Tunanetra Yang Jadi Dosen Karena Teknologi
Ternyata kecanggihan teknologi tak hanya membuat hidup orang berfisik sempurna jadi mudah, tapi juga mampu menolong mereka yang tak dikaruniai anggota tubuh dengan fungsi lengkap.
Selain dapat membantu aktivitas sehari-hari, keberadaan teknologi ternyata dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi kaum yang selama ini eksistensinya masih minoritas di dunia kerja.
Salah satunya adalah penulis, yang saat ini telah diterima sebagai dosen pengajar komputer dan kepribadian di sebuah kampus di Indonesia. Mau tahu ceritanya?
"Penulis ingin jadi guru...". Itulah cita-cita sederhana yang terpatri sejak penulis masih balita, profesi yang juga merupakan impian kedua orang tua. Sederhana, namun penuh makna. Saat berbagi ilmu dengan sesama, hanya ada satu rasa. Bahagia.
Sudah sekitar 25 tahun penulis menggemari dunia teknologi, baik sebagai alat hiburan maupun alat bantu. Kegemaran akan dunia TI pun membawa penulis semakin maju, hingga tiba hari di mana salah seorang rekan penulis datang dan menawari penulis pekerjaan.
Namanya Pak Suarna. Beliau adalah seorang trainer yang sekarang menjabat sebagai owner Kampus LP3I cabang Pondok Gede, Bekasi. Kami pernah bertemu sekitar empat tahun silam, namun setelah itu tak perna saling kontak.
Saat beliau menyaksikan penampilan di Kick Andy 3 Februari 2012 silam, beliau langsung mengirim SMS pada Penulis. Pesan singkat berisi tawaran mengajar sebagai dosen dan instruktur TI di
kampusnya!
Alhamdulillah... Setelah minta restu Bapak dan Ibu, maka resmilah penulis dilantik sebagai dosen Kampus LP3I cabang Pondok Gede pada awal Maret 2012. Penulis mengawali tugas dengan memberi kuliah umum untuk seluruh mahasiswa mulai dari tingkat 1 hingga tingkat 3.
Wah, meski selama ini sudah terbang ke sana ke mari sebagai trainer, berhadapan dengan sekian banyak mahasiswa ternyata bikin penulis dag dig dug der juga. Mungkin karena sekarang ini penulis harus berbagi ilmu dalam sebuah lembaga resmi, artinya memikul tanggung jawab yang besar, lebih besar daripada sekadar memenuhi undangan sebagai pembicara atau narasumber.
Selain itu, penulis juga harus mempelajari silabus serta modul sesuai dengan yang diprogramkan oleh kurikulum kampus, agar ilmu yang disampaikan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Untunglah Pak Suarna berjiwa besar hingga mau memberi penulis kesempatan untuk mencobanya. Dukungan penuh dari kedua orang tua juga membuat penulis yakin untuk menekuni profesi ini. Apalagi penulis dibantu oleh sosok spesial yang setia menyusun presentasi PowerPoint dan video Youtube sebagai bahan presentasi.
Dalam kapasitas sebagai dosen tunanetra, Pak Suarna menugaskan penulis memberi kuliah Personality Management. Selain itu juga dijadwalkan mengisi kuliah umum AMT (Achievement Motivation Training), dan nantinya akan berlanjut ke perkuliahan yang berhubungan dengan teknologi serta komputer. Total jenderal penulis membawahi empat kelas, yaitu Komputer Akuntansi, Informatika Komputer, Akademi Bisnis, dan Akademi Perkantoran.
Selama ini memang sudah ada beberapa dosen tunanetra yang hebat dan jadi inspirasi penulis. Tengoklah Profesor Didi Tarsidi, guru besar berprestasi yang sudah bolak-balik ke luar negeri. Ada juga Mbak Mimi Lusli yang pernah mengenyam pendidikan di Inggris dan kini sudah mendirikan berbagai yayasan sosial.
Oleh karena itu, penulis berusaha untuk meningkatkan lagi kualitas sebagai pengajar tunanetra. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan keberadaan berbagai gadget terkini yang beredar di pasaran. Selain itu, juga memanfaatkan keterampilan public speaking yang dipelajari dari beberapa orang teman sesama trainer.
Tantangan dalam mengajar
Untuk mengajar, penulis menggunakan sebuah notebook dengan jeroan prosesor Intel I7 dan RAM 8GB sehingga cukup untuk menjalankan aplikasi-aplikasi terkini. Tentu saja untuk mengoperasikannya memasang aplikasi pembaca layar, sehingga meski tunanetra bisa mengetahui isi notebook dengan mendengarkan informasi yang telah diubah ke bentuk suara.
Presentasi materi pun dijalankan tanpa asisten, murni menggunakan PowerPoint dan Youtube.
Sebagai tambahan, penulis juga memanfaatkan gadget Android dan iPod Touch untuk mendemonstrasikan pengalaman terkini seputar teknologi informasi. Misalnya saja, bagaimana memanfaatkan GPS, seperti apa aplikasi detektor warna bagi tunanetra, dan lain sebagainya.
Tantangan terbesar yang menghadang yaitu saat harus berkomunikasi dengan mahasiswa. Karena penulis tak melihat, maka perlu untuk mengingat-ingat nama mahasiswa dari suaranya. Well, menghafal lebih dari 100 individu tentu bukan pekerjaan mudah.
Cara mengakalinya adalah dengan menandai mahasiswa yang paling banyak bicara, lalu bertahap ke mereka-mereka yang lebih pendiam. Untuk memeriksa absensi mempercayakannya pada pihak akademis. Tentu saja Penulis tetap menyiapkan kolom tersendiri yang formatnya memanfaatkan aplikasi Microsoft Excel.
Saat di luar kampus, penulis memanfaatkan media Twitter untuk bercakap-cakap. Ada pun akun yang penulis gunakan adalah @ramadityaknight.
Untuk tugas dan ujian, meminta mahasiswa menuliskannya dalam sebuah file yang bisa langsung penulis periksa via komputer. Kalau ujian tugasnya jadi ganda, karena selain menyerahkan tugas tertulis, penulis juga meminta mereka untuk wawancara. Ini agar tahu kualitas individu secara langsung.
Supaya lebih mudah, penulis menggunakan voice recorder yang dapat merekam suara mahasiswa lalu menyimpannya ke format MP3. Nantinya penulis dapat melakukan penilaian saat di ruang dosen atau di rumah.
Untuk memeriksa pekerjaan yang berupa tulisan tangan, memanfaatkan scanner kampus yang telah dipasang aplikasi OpenBook (www.freedomscientific.com). Aplikasi ini mampu memindai tulisan cetak menjadi dokumen yang selanjutnya dapat diakses menggunakan laptop atau komputer kampus.
Syukurlah, proses perkuliahan berjalan dengan lancar. Apalagi penulis menjalankannya dengan konsep serius tapi santai. Tak hanya presentasi materi, terkadang penulis juga memutar film atau memainkan game!
Cita-cita Selanjutnya
Penulis juga bertugas untuk keliling memberi motivasi ke berbagai SMA dan SMK bersama Pak Suarna dan tim pemasaran LP3I. Tentu saja senjata yang penulis pergunakan adalah pemanfaatan teknologi informasi.
Jadi, penulis banyak mendemokan berbagai gadget, bukan hanya untuk senang-senang, tapi lebih kepada penunjang aktivitas dan profesi sehari-hari. Intinya, kalau tunanetra bisa sangat terbantu oleh keberadaan TI, apalagi orang yang sempurna fisiknya.
Penulis berharap, pengalaman ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Terutama penulis, yang tentunya selalu membutuhkan dukungan dan doa dari segala pihak.
Terlepas dari lembaga mana dan teknologi apa yang disampaikan dalam artikel ini. Penulis berharap dengan adanya artikel ini mampu memberi tambahan cara pandang bahwa teknologi informasi, bila mau dikembangkan sebagai sarana bantu, akan sangat berguna bagi rekan-rekan berkebutuhan khusus.
Siapa tahu saja kelak akan lebih banyak lagi developer lokal yang mengintegrasikan kecanggihan TI untuk membantu sesama, dan lapangan pekerjaan bagi rekan-rekan berkebutuhan khusus pun dapat semakin terbuka lebar.
Sumber
Selain dapat membantu aktivitas sehari-hari, keberadaan teknologi ternyata dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi kaum yang selama ini eksistensinya masih minoritas di dunia kerja.
Salah satunya adalah penulis, yang saat ini telah diterima sebagai dosen pengajar komputer dan kepribadian di sebuah kampus di Indonesia. Mau tahu ceritanya?
"Penulis ingin jadi guru...". Itulah cita-cita sederhana yang terpatri sejak penulis masih balita, profesi yang juga merupakan impian kedua orang tua. Sederhana, namun penuh makna. Saat berbagi ilmu dengan sesama, hanya ada satu rasa. Bahagia.
Sudah sekitar 25 tahun penulis menggemari dunia teknologi, baik sebagai alat hiburan maupun alat bantu. Kegemaran akan dunia TI pun membawa penulis semakin maju, hingga tiba hari di mana salah seorang rekan penulis datang dan menawari penulis pekerjaan.
Namanya Pak Suarna. Beliau adalah seorang trainer yang sekarang menjabat sebagai owner Kampus LP3I cabang Pondok Gede, Bekasi. Kami pernah bertemu sekitar empat tahun silam, namun setelah itu tak perna saling kontak.
Saat beliau menyaksikan penampilan di Kick Andy 3 Februari 2012 silam, beliau langsung mengirim SMS pada Penulis. Pesan singkat berisi tawaran mengajar sebagai dosen dan instruktur TI di
kampusnya!
Alhamdulillah... Setelah minta restu Bapak dan Ibu, maka resmilah penulis dilantik sebagai dosen Kampus LP3I cabang Pondok Gede pada awal Maret 2012. Penulis mengawali tugas dengan memberi kuliah umum untuk seluruh mahasiswa mulai dari tingkat 1 hingga tingkat 3.
Wah, meski selama ini sudah terbang ke sana ke mari sebagai trainer, berhadapan dengan sekian banyak mahasiswa ternyata bikin penulis dag dig dug der juga. Mungkin karena sekarang ini penulis harus berbagi ilmu dalam sebuah lembaga resmi, artinya memikul tanggung jawab yang besar, lebih besar daripada sekadar memenuhi undangan sebagai pembicara atau narasumber.
Selain itu, penulis juga harus mempelajari silabus serta modul sesuai dengan yang diprogramkan oleh kurikulum kampus, agar ilmu yang disampaikan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Untunglah Pak Suarna berjiwa besar hingga mau memberi penulis kesempatan untuk mencobanya. Dukungan penuh dari kedua orang tua juga membuat penulis yakin untuk menekuni profesi ini. Apalagi penulis dibantu oleh sosok spesial yang setia menyusun presentasi PowerPoint dan video Youtube sebagai bahan presentasi.
Dalam kapasitas sebagai dosen tunanetra, Pak Suarna menugaskan penulis memberi kuliah Personality Management. Selain itu juga dijadwalkan mengisi kuliah umum AMT (Achievement Motivation Training), dan nantinya akan berlanjut ke perkuliahan yang berhubungan dengan teknologi serta komputer. Total jenderal penulis membawahi empat kelas, yaitu Komputer Akuntansi, Informatika Komputer, Akademi Bisnis, dan Akademi Perkantoran.
Selama ini memang sudah ada beberapa dosen tunanetra yang hebat dan jadi inspirasi penulis. Tengoklah Profesor Didi Tarsidi, guru besar berprestasi yang sudah bolak-balik ke luar negeri. Ada juga Mbak Mimi Lusli yang pernah mengenyam pendidikan di Inggris dan kini sudah mendirikan berbagai yayasan sosial.
Oleh karena itu, penulis berusaha untuk meningkatkan lagi kualitas sebagai pengajar tunanetra. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan keberadaan berbagai gadget terkini yang beredar di pasaran. Selain itu, juga memanfaatkan keterampilan public speaking yang dipelajari dari beberapa orang teman sesama trainer.
Tantangan dalam mengajar
Untuk mengajar, penulis menggunakan sebuah notebook dengan jeroan prosesor Intel I7 dan RAM 8GB sehingga cukup untuk menjalankan aplikasi-aplikasi terkini. Tentu saja untuk mengoperasikannya memasang aplikasi pembaca layar, sehingga meski tunanetra bisa mengetahui isi notebook dengan mendengarkan informasi yang telah diubah ke bentuk suara.
Presentasi materi pun dijalankan tanpa asisten, murni menggunakan PowerPoint dan Youtube.
Sebagai tambahan, penulis juga memanfaatkan gadget Android dan iPod Touch untuk mendemonstrasikan pengalaman terkini seputar teknologi informasi. Misalnya saja, bagaimana memanfaatkan GPS, seperti apa aplikasi detektor warna bagi tunanetra, dan lain sebagainya.
Tantangan terbesar yang menghadang yaitu saat harus berkomunikasi dengan mahasiswa. Karena penulis tak melihat, maka perlu untuk mengingat-ingat nama mahasiswa dari suaranya. Well, menghafal lebih dari 100 individu tentu bukan pekerjaan mudah.
Cara mengakalinya adalah dengan menandai mahasiswa yang paling banyak bicara, lalu bertahap ke mereka-mereka yang lebih pendiam. Untuk memeriksa absensi mempercayakannya pada pihak akademis. Tentu saja Penulis tetap menyiapkan kolom tersendiri yang formatnya memanfaatkan aplikasi Microsoft Excel.
Saat di luar kampus, penulis memanfaatkan media Twitter untuk bercakap-cakap. Ada pun akun yang penulis gunakan adalah @ramadityaknight.
Untuk tugas dan ujian, meminta mahasiswa menuliskannya dalam sebuah file yang bisa langsung penulis periksa via komputer. Kalau ujian tugasnya jadi ganda, karena selain menyerahkan tugas tertulis, penulis juga meminta mereka untuk wawancara. Ini agar tahu kualitas individu secara langsung.
Supaya lebih mudah, penulis menggunakan voice recorder yang dapat merekam suara mahasiswa lalu menyimpannya ke format MP3. Nantinya penulis dapat melakukan penilaian saat di ruang dosen atau di rumah.
Untuk memeriksa pekerjaan yang berupa tulisan tangan, memanfaatkan scanner kampus yang telah dipasang aplikasi OpenBook (www.freedomscientific.com). Aplikasi ini mampu memindai tulisan cetak menjadi dokumen yang selanjutnya dapat diakses menggunakan laptop atau komputer kampus.
Syukurlah, proses perkuliahan berjalan dengan lancar. Apalagi penulis menjalankannya dengan konsep serius tapi santai. Tak hanya presentasi materi, terkadang penulis juga memutar film atau memainkan game!
Cita-cita Selanjutnya
Penulis juga bertugas untuk keliling memberi motivasi ke berbagai SMA dan SMK bersama Pak Suarna dan tim pemasaran LP3I. Tentu saja senjata yang penulis pergunakan adalah pemanfaatan teknologi informasi.
Jadi, penulis banyak mendemokan berbagai gadget, bukan hanya untuk senang-senang, tapi lebih kepada penunjang aktivitas dan profesi sehari-hari. Intinya, kalau tunanetra bisa sangat terbantu oleh keberadaan TI, apalagi orang yang sempurna fisiknya.
Penulis berharap, pengalaman ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Terutama penulis, yang tentunya selalu membutuhkan dukungan dan doa dari segala pihak.
Terlepas dari lembaga mana dan teknologi apa yang disampaikan dalam artikel ini. Penulis berharap dengan adanya artikel ini mampu memberi tambahan cara pandang bahwa teknologi informasi, bila mau dikembangkan sebagai sarana bantu, akan sangat berguna bagi rekan-rekan berkebutuhan khusus.
Siapa tahu saja kelak akan lebih banyak lagi developer lokal yang mengintegrasikan kecanggihan TI untuk membantu sesama, dan lapangan pekerjaan bagi rekan-rekan berkebutuhan khusus pun dapat semakin terbuka lebar.
Sumber
0 comments: